Pada tanggal 2 Mei 2025 bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, Gubernur Jawa Barat mengirimkan Surat Edaran dengan No. : 43/PK.03.04/KESRA tentang 9 LANGKAH PEMBANGUNAN PENDIDIKAN JAWA BARAT MENUJU TERWUJUDNYA GAPURA PANCA WALUYA. Isi surat tersebut adalah sebagai berikut :
Dalam SE tersebut Bapak Gubernur menyampaikan instruksi kepada Bapak Bupati/Wali Kota dan dinas pendidikan dan Kemenag mengenai pembangunan karakter peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah di wilayah Provinsi Jawa Barat menuju terwujudnya Gapura Panca Waluya, yakni peserta didik yang Cageur, Bageur, Bener, Pinter, tur Singer.
Gapura Panca Waluya tersebut jika kaitkan dengan kehidupan orang Sunda, hal itu merupakan Falsafah Sunda atau motto orang Sunda yang seharusnya dapat dilaksanakan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dalam tulisan Indra Rahadian yang dimuat di web YPTD (Yayasan Pusaka Thamrin Dahlam) 4 Mei 2025 yang berjudul : "Falsafah Sunda; Cageur, Bageur, Bener, Pinter tur Singer" menuliskan :
Falsafah Cageur, Bageur, Bener, Pinter, tur Singer, telah dikenal luas di kalangan masyarakat Sunda. Beberapa sekolah menengah di Jawa barat, menyematkan falsafah tersebut sebagai motto. Namun tidak sedikit yang lupa. Produk kebudayaan yang sederhana ini, bernilai tinggi dan terlalu sayang untuk sekadar slogan semata.
Forum Studi & Komunikasi Mahasiswa Pasundan (FSKMP), salah satu organisasi kemahasiswaan di Politeknik APP Jakarta. Kampus yang bernaung di bawah Kementerian Perindustrian RI. Memperkenalkan motto Cageur, Bageur, Bener, Pinter, Singer, sebagai landasan pembangunan karakter yang bermanfaat.
1. Cageur
Padanan kata cageur dalam bahasa Indonesia adalah sehat. Dan kesehatan mutlak diperlukan untuk menunjang aktivitas. Tak hanya kesehatan fisik, tetapi kesehatan mental dan spiritual.
Bila masyarakat kita dikenal karena keunikan mengkonsumsi sayuran mentah, semisal karedok dan lalapan. Meminum air dari kendi dan memasak daun katuk sebagai pelancar ASI. Hal itu merupakan bentuk implementasi dari kata cageur tersebut.
Begitu pula dengan ragam olahraga semisal Pencak Silat. Permainan anak; oray-orayan, gatrik, bebentengan, sunda-manda, congklak, hahayaman, dan lain-lain. Berfungsi untuk membentuk ketangkasan fisik dan berpikir. Di samping melatih kesadaran sosial, gotong royong dan kompetisi.
Betapa pentingnya kesehatan fisik dan mental. Terlebih di masa pandemi. Olahraga dan berwisata sama pentingnya. Bersantai menikmati suasana rumah. Berkumpul bersama teman dan saudara. Botram, makan bersama nasi liwet di atas daun pisang utuh. Kesehatan adalah pondasi utama dalam kehidupan. “Nu penting mah cageur heula.”
2. Bageur
Perilaku baik akan membawa kita pada kebaikan lainnya. Padanan kata bageur adalah baik. Dan menjadi baik atau berbudi pekerti, adalah dorongan alami dalam diri setiap manusia.
Berbagi kebaikan, tentu membuatnya kita menjadi pribadi yang jauh dari kata jahat. Baik dalam berucap dan berperilaku. Tindakan itu akan mendekatkan kita pada sifat-sifat baik lainnya. Kejujuran, kredibilitas dan kepercayaan. Dalam kehidupan sosial, hal itu adalah modal utama.
“Someah, hade ka semah–Santun dan bagus dalam menerima tamu.” Kebaikan sekecil apapun akan terasa manfaatnya bagi sesama. Terlebih untuk kenyamanan pribadi. Kita tidak perlu repot-repot mengusahakan pencitraan. Bila pribadi apa adanya sudah terkesankan baik, bukan?”
3. Bener
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat religius. Hal itu tercermin dari ramainya rumah ibadah umat beragama. Tataran hidup akan lebih bernilai saat kita mengenal Tuhan. Ajaran kebudayaan tidak akan menghalangi ajaran agama yang diyakini masyarakat.
Pertentangan hanya milik orang-orang yang tidak mengenal kebaikan, kemanusiaan dan rasa saling menghormati. Karenanya sebelum menasbihkan diri sebagai pembela kebenaran, harus mengamalkan kebaikan sebagai landasan. Cinta dan kasih sayang antar umat manusia.
Implementasi kata bener, dalam hal ini tak jauh dari padanan kata benar dalam bahasa Indonesia. Menjadi pribadi yang berbudaya dan, menjalankan kewajiban agama, taat peraturan pemerintah dan menghormati keberagaman.
Benar, adalah menempatkan sesuatu sesuai ketentuannya. Dan menjaga sebuah kebenaran tidak dibenarkan dengan hal-hal yang jauh dari nilai-nilai kebenaran itu sendiri.
4. Pinter
Pendidikan adalah jalan untuk meraih pengetahuan. Meskipun kecerdasan tidak dihasilkan hanya melalui bangku sekolah. Namun hal itu penting untuk kehidupan di zaman sekarang.
Padanan kata pinter adalah pintar atau cerdas. Baik dalam kemampuan akademik ataupun kemampuan lainnya. Menjadi pribadi yang solutif dan kreatif, jauh lebih berguna dari sekedar mengeluh dan berputus asa.
Pernahkah mendengar istilah pamali? Makna-makna dalam istilah pamali, tidak akan ditemukan tanpa kecerdasan. Misalnya, Ulah tatalu peuting-peuting –jangan memukul-mukul sesuatu saat malam, ulah diuk di hareupeun panto –jangan duduk di depan pintu. Tentu tingkat kecerdasan akan menentukan, apakah hal tersebut hanya himbauan, larangan belaka atau nasehat berharga.
5. Singer
Padanan kata singer dalam bahasa Indonesia amat beragam, dan yang paling mendekati, adalah wawas diri dan gesit. Karena setelah melalui tahapan cageur, bageur, bener, dan pinter, sebaiknya kita melakukan evaluasi terhadap diri sendiri.
Tidak mengabaikan kesehatan, tidak merasa diri paling baik, tidak merasa diri paling benar, tidak merasa diri paling pintar. Menata keharmonisan hidup dimulai dari diri sendiri.
Di bidang apapun kita mengusahakan nafkah dan mengasah kemampuan, wawas diri membantu kita mendapatkan tempat yang sesuai di tengah-tengah keberagaman. Karena manusia yang paripurna, adalah manusia yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Dan mulailah menebarkan manfaat kepada sesama.
Falsafah Sunda, Cageur, Bageur, Bener, Pinter tur Singer, tidak dapat dipisahkan atau dipotong-potong. Baik susunan, urutan dan maknanya. Layaknya sebuah anak tangga, tahapan tersebut harus dipahami satu persatu. Dan diimplementasikan sekaligus dalam kehidupan sehari-hari.
Meski telah banyak digunakan dalam motto sekolah menengah dan organisasi, falsafah ini terkesan minim implementasi. Hasil yang diharapkan; yakni generasi yang mampu menjawab tantangan zaman, dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan. Bukan generasi pengekor dan tercerabut dari akar budaya dan kepribadian luhur bangsa Indonesia.
“Kebudayaan adalah identitas yang melekat. Dan bangsa yang besar, adalah bangsa yang mampu mengimplementasikan nilai-nilai kebudayaannya sendiri.”